Saturday, December 24, 2011

Tuesday, December 06, 2011



apa lagi yang dapat dikatakan oleh hati
saat palu diketuk..
dan waktu telah berhenti untuk pengharapan yang menjulang
hanya kepalsuan, ketika menyangkal kesedihan



Tuesday, November 29, 2011

Hening


Kini ia merasa sendiri.. dalam kesendirian yang nyata. Mungkinkah untuk menghayati sesuatu?  Jika ia lekas pintar dan kemudian bisa memetik makna yang berarti untuk terus hidup, kesendirian ini benar berguna.

Telah banyak tinta, seperti darah dan air mata. Segala lekat pada benak. Menjadi sejarah. Tentang cinta, pengabdian, pengorbanan.  Dalam debar dan rasa, begitu setia dengan sederhana, ia menerima dan menghayati cinta. Ia punya mimpi – yang sering ia bisikkan pada cinta. Tentang kesungguhannya pada keabadian cinta yang ia kira. Ia mencoba dewasa menjalani cinta. Mungkinkah rasa yang tak bertaut, ataukah tak cukup pijakan yang kuat..

Mereka bilang, "Jangan berhenti berjuang ketika masih dapat berbuat". "Jangan matikan cinta ketika rasa masih bergelora". Ia tercenung, betapa butuh bijaksananya melalui semua itu. Sementara realita bekerja tanpa dapat dicegah. Ia dipaksa berhenti, menghormati pilihan-pilihan dan menjinakkan harapan. Mungkin selain menghayati cinta, ia juga harus belajar lebih banyak tentang kemanusiaan. Segala bermakna. Rasa yang mendamaikan, juga sepatutnya lebih mendewasakan. Harapan yang tak sampai bukanlah akhir kehidupan.

Meski tak habis cintanya.. ia harus ikhlas bahwa di dunia ini semuanya bertepi. Ia hanya berupaya santun pada takdir. Sambil mengambil langkah untuk membangun pijakan-pijakan yang lebih kokoh, yang mungkin akan lebih berguna untuk suatu saat. Dalam heningnya di kesendirian.. dari letup hati, makna-makna bermekaran. Mungkin benar ia membutuhkan kesendirian ini, berharap menjadi bijaksana ketika harapan-harapan dihadapkan.


Wednesday, November 16, 2011



pekat..
di pusaran waktu..
kesedihan yang larut..
hanya rasa sayang, penentram gulana
                     



Wednesday, June 22, 2011

Menjadi luar biasa..

Jangan pernah menyerah ketika mendapati diri tak juga berada dalam sebuah pencapaian. Banyak cermin yang selalu bisa menjadi motivasi untuk membuka mata pikiran kita meraih sesuatu yang kita harapkan. Terkadang, cermin itu begitu indah dan sempurna, seperti absurd. Tapi untuk diri kita, akan selalu ada cara yang dapat dipakai, jalan yang bisa kita lalui. Apakah yang kau inginkan? Sebut saja sebanyak mungkin. Aku pun memiliki banyak keinginan, terlampau banyak bahkan, dan kuhanya meniti mereka dengan langkah-langkah ‘biasa’. Untuk pencapaian tak masalah; satu, dua atau lebih banyak lagi, bahkan kau boleh mewujudkan semuanya. Lakukan saja... karena mereka adalah warna hidup, mereka bermakna. Mungkin cukup meresapi satu hal; "Memulai dari sekarang melakukan langkah luar biasa. Merasakannya. Karena di antara sekian keterpurukan langkah-langkah itu akan terasa indah, dan ia-lah yang terus memelihara semangat dan senyuman sampai pada pencapaian.” Diriku dirimu sama saja, mari kita coba untuk menjadi luar biasa.

Saturday, June 04, 2011

Tak ingin jiwaku tidur

Makna-makna mengalir begitu deras dalam benak, seperti bunga yang terlihat tumbuh menguncup dan mekar begitu cepat. Mengalir bersama penggal-penggal harapan yang ingin mewujud dengan segera, kemudian mendekapnya dalam pelukan irama agar tetap hidup dan berkembang. Sebuah harapan yang hadir dengan penghayatan yang nyata, yang benar ada dan hidup di dalamnya. Filosofi ini dangkal mungkin. Namun aku senang telah mengimpikan-nya dan ingin segera menarik harapan itu ke dalam realita. Makna-makna itu telah menepuk semangat dan hasrat, menepis debu yang hinggap di atasnya.

Apa yang ia tulis dan lukis di dalam hidupku adalah peristiwa-peristiwa bermakna yang menghuni jiwa, membuat dindingnya bercahaya, mencipta berbagai rasa yang hidup. Di atas landscape yang membentang ia membentuk sketsa halus yang hanya hadir dalam pikiran, memenuhi jiwa. Sebuah landscape masa depan. Membuatku tak kerasan dalam diam atau tidur.... Segalanya lekat!

Thursday, May 05, 2011

Penghargaan Kepada Nilai Besar

Saat santai berdua dengannya, tanpa menatap di sela riuh benak kami, polos kubertanya, "Dulu, koq ayah ingin aku menjadi Ballerina?" ....
"Dari segala faktor yang kamu punya -fisik, jiwa-kamu ini cantik loh, Nak!!" selorohnya. "Dan ayah yakin kamu pasti bisa sukses!" tambahnya pungkas.
Jujur, kalimat ayah membuatku tersenyum tanpa berkutik. Membuatku menggulirkan sejarah dalam benak, menemui gambaran masa-masa lalu; tari, lirik, kuas dan kanvas. Ah.. Ayah, hingga kecantikan itu pun kau begitu cermat..

Aku bukanlah seorang Ballerina, berpikir menjadinya pun tak pernah. Tubuhku memang pernah melompat-melangkah-berputar kecil bersama bayangan semu, tapi hanya itu dan hanya di saat itu tanpa benar-benar ingin. Dan nasib memang tak mengalir ke sana, pertanyaan "MENGAPA?" pun tak pernah menghardik benak. Perjalanan hidup membawaku menjadi seorang pengajar di sebuah Perguruan Tinggi Swasta yang sarat teori dan terapan bahari. Bukan Ballerina. Namun, bukanlah 'akhir indah' yang penting. Hal yang jauh lebih penting adalah ayah mengenali kami, percaya dan menerima tentang siapa diri kami. Aku yang dulu, kini tampak berbeda. Tapi ia tahu, jiwa kami tak pernah berubah... hingga ketika kami lelah lusuh, ia dapat melihat kemana jiwa kami kembali, dan mengerti. Dengannya keseimbangan hidup kami terasa sempurna. Tidakkah itu berkah yang indah? Tidakkah itu begitu berharga, bernilai? Dan kebanggaan darinya selalu menyisipkan makna berarti, menjadi energi yang tak lekang oleh waktu.

Monday, January 24, 2011

BISIK HATI


Air mata sungguh berkah. Harus lari ke mana? Tak ada tempat selainMU. Tidaklah Kau datangkan penentram jiwa buatku dalam zatnya yang rupawan agar sekedar tahu kehidupan, melainkan agar aku tak melena dalam kesombongan dan kebodohan. Ia mengajarkan banyak isyarat hikmah yang begitu lama dapat kumengerti. Bukanlah untuk mencari kesempurnaan, melainkan keteguhan dan kedamaian yang hakiki. Ketika ia pergi, apakah nurani tengah berbisik saat itu? Ku rasa YA. Tak tahu apa yang ia cari, tapi darinya kutemukan apa yang aku cari. Pencarian takkan berakhir hingga suatu saat akan sampai pada maqamnya... dengan bisikan nurani yang memantapkan hati pada kematangan jiwa. Ketika ia pergi, tidaklah aku katakan ia pengingkar, melainkan hakikatnya musyafir yang mencari bangunan jiwa yang kokoh. Ia tengah mencari, aku pun demikian.

Ia adalah karunia dariMu. Kini kepadaMu ia kembali..! Aku Ikhlas...

Aku bersyukur karena menyayanginya.